Monday, April 12, 2010
Menjadi seorang Santo
Konon, lebih dari seribu tujuh ratus tahun silam, seorang pemuda ingin menjadi orang kudus. Ia meninggalkan rumahnya, keluarganya, dan harta miliknya. Ia mengucapkan selamat tinggal kepada handai taulan dan sahabat-sahabatnya, menjual semua miliknya, memberikan uangnya kepada kaum papa, dan pergi menuju padang pasir untuk menemukan Tuhan.
Ia berjalan melintasi padang pasir itu sampai ia menemukan sebuah gua yang gelap."Disinilah", pikirnya, "aku akan berada sendirian bersama Tuhan. Di sini tidak ada yang dapat mengalihkanku dari Tuhan".
Ia lalu berdoa siang dan malam di dalam gua yang gelap itu. Namun Tuhan memberikan cobaan yang berat kepadanya. Ia membayangkan segala hal yang menyenangkan dalam kehidupan ini dan sangat menginginkannya. Akan tetapi, ia sudah bertekad untuk meninggalkan segala sesuatu demi Allah. Ia pun berusaha sekuat-kuatnya melawan semua godaan itu. Selang beberapa bulan godaan-godaan itu berhenti. Santo Anthony dari Mesir berada dalam kedamaian, tidak memiliki apa pun kecuali Tuhan.
Tetapi kemudian, seperti diceritakan dalam legenda, Tuhan berkata, "Tinggalkanlah guamu itu untuk beberapa hari dan pergilah ke sebuah kota yang jauh. Carilah seorang tukang sepatu di kota itu. Ketuklah pintunya dan tinggallah bersamanya selama beberapa waktu".
Sang pertapa suci itu bingung atas perintah Tuhan tersebut, namun ia tetap melakukannya. Pada pagi hari keesokannya, ia berangkat dan berjalan melintasi padang pasir sepanjang hari. Ketika hari senja, ia tiba di sebuah desa. Ia menemukan rumah tukang sepatu itu dan mengetuk pintunya. Seorang lelaki membukakan pintu dan tersenyum.
“Apakah Anda seorang tukang sepatu?” Tanya sang pertapa.
“Betul,” sahut tukang sepatu itu. Ia menatap wajah sang pertapa itu dan tampaknya sangat letih dan lapar. “Masuklah,” katanya. “Anfa perlu makan sesuatu dan istirahat”. Tukang sepatu itu memanggil isterinya. Mereka menyiapkan makanan yang enak dan tempat tidur yang nyaman baginya.
Sang pertapa itu tinggal bersama tukang sepatu dan keluarganya selama tiga hari. Ia mengajukan banyak pertanyaan tentang kehidupan mereka. Tetapi ia tidak bercerita banyak kepada mereka tentang dirinya meskipun tukang sepatu dan isterinya ingin sekali mengetahui kehidupannya di padang apsir. Mereka bercerita banyak dan menjadi sahabat karib.
Tibalah saatnya bagi sang pertapa untuk pergi. Ia berjalan kembali ke guanya dengan penuh rasa ingin tahu mengapa Tuhan menyuruhnya mengunjungi tukang sepatu itu.
“Bagaimana dengan tukang sepatu itu ?” Tanya Tuhan ketika pertapa itu telah berada kembali di guanya.
“Ia seorang yang ramah,” sahutnya. “Ia mempunyai seorang isteri yang sedang hamil. Mereka tampaknya sangat mencintai satu sama lain. Tukang sepatu itu memiliki sebuah took kecil tempat ia membuat sepatu. Ia bekerja keras. Mereka memiliki sebuah rumah sederhana. Mereka memberikan uang dan makanan kepada siapa saja yang lebih berkekurangan daripada mereka. Ia dan isterinya sangat beriman kepada-Mu dan berdoa sedikitnya sekali sehari. Mempunyai banyak sahabat. Dan tukang sepatu itu sangat suka berkelakar”.
Tuhan mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. “Engkau seorang santo yang besar, Anthony”, kata Tuhan, “dan tukang sepatu itu serta isterinya juga santo dan santa yang besar.”
No comments:
Post a Comment