Tuesday, September 28, 2010
Setelah Sukses, berartikah saya ?
Anda pernah mendengar kisah Rick Waren, penulis buku: “The purpose driven life” yang terkenal itu? Dalam wawancara yang dilakukan oleh Paul Bradshaw, Rick Waren mengemukakan tentang tujuan hidupnya, apa yang ia dan istrinya dapatkan dalam menghadapi penyakit kanker yang diderita istrinya sampai kepada ketenaran yang didapatkannya karena buku yang ditulisnya terjual 20 juta copy. Tetapi lebih dari pada pengalaman hidupnya, komitmen hidupnya pun sangat luar biasa. Ia mengatakan, walaupun dia mendapatkan banyak uang dari penjualan bukunya, ia dan keluarganya tidak akan merubah gaya hidup mereka. Anda bisa membayangkan, 20 juta copy terjual! Ia bukan saja menjadi tenar tapi juga kaya mendadak.. Saya teringat akan John Wesley yang pernah berkata, “Penghasilan bertambah tidak seharusnya pengeluaran bertambah, tetapi pemberian yang meningkat”. Dan sepanjang hidupnya ia telah memberikan sekitar 30 juta poundsterling yang dihasilkan selama hidupnya!
Kita sering mendengar orang berkata bahwa hidup sekarang ini susah, segala sesuatu serba mahal, belum lagi gaji tidak kunjung naik! Dizaman yang susah begini, pernahkah Anda menanyakan kepada diri Anda sendiri, bagaimana jika Anda tiba-tiba mendapat suatu keuntungan besar dan menjadi “Orang Kaya Baru”. Apa yang akan Anda lakukan? Saya pernah menyaksikan infotainment di televisi, beberapa artis yang kaya mendadak karena ketenaran dirinya ataupun ketenaran pasangannya, langsung mengubah gaya hidup mereka. Mungkin Anda juga akan mengubah gaya hidup Anda; pindah ke perumahan elite, membeli mobil baru, dlsb. Impian sudah menjadi kenyataan!
Anda ingin tahu apa yang dilakukan Rick Waren dengan kekayaannya? Rick dan istrinya, Kay Waren, menyumbangkan 90% dari penghasilan mereka kepada 3 yayasan; “Acts of mercy”, yang melayani mereka yang menderita AIDS, “equipping the church”, yang melatih pemimpin-pemimpin gereja dinegara berkembang dan “The Global Piece Fund”, yang membantu mereka yang miskin, yang sakit dan yang buta huruf. Rick juga berhenti menerima gaji dari gereja tempat dia melayani atas keinginannya sendiri. Kemudian dia juga menghitung kembali semua gaji yang telah dia terima selama 24 tahun terakhir sejak dia memasuki gereja dan mengambalikanya. “Melayani Tuhan tanpa memungut bayaran”, katanya.
Tentu saja, Anda tidak harus menjadi kaya dahulu untuk melakukan apa yang Rick Ware lakukan. Lihatlah saudara-saudar seiman Anda di gereja Anda, mereka membutuhkan perhatian Anda, mereka butuh doa Anda. Jika Anda tidak mempunyai kekayaan untuk diberikan, mengapa tidak memberikan waktu Anda? Mari kita “melayani Tuhan tanpa memungut bayaran” dengan segala kekuatan yang ada pada kita, uang kita yang tidak seberapa, waktu yang semua orang sama banyaknya, yaitu 24 jam. Kita mungkin tidak memiliki kekayaan sebesar Rick Waren, tapi kita bisa memiliki iman seperti Rick Waren. Marilah kita melayani Dia, Si Pemberi Hidup!
Tuhan Yesus , ajarlah aku agar dapat menguasai diriku dan tidak ikut arus dunia ini. Aku ingin agar aku dapat menjadi berkat bagi banyak orang. Amin. Salam Maria.....3x
Hanya dibutuhkan sebuah komitmen untuk melayani sesama.
Ibu
Alkisah, ada sepasang kekasih yang saling mencintai. Sang pria berasal dari keluarga kaya, dan merupakan orang yang terpandang di kota tersebut. Sedangkan sang wanita adalah seorang yatim piatu, hidup serba kekurangan, tetapi cantik, lemah lembut, dan baik hati. Kelebihan inilah yang membuat sang pria jatuh hati.
Sang wanita hamil di luar nikah. Sang pria lalu mengajaknya menikah, dengan membawa sang wanita ke rumahnya. Seperti yang sudah mereka duga, orang tua sang pria tidak menyukai wanita tsb. Sebagai orang yang terpandang di kota tsb, latar belakang wanita tsb akan merusak reputasi keluarga. Sebaliknya, mereka bahkan telah mencarikan jodoh yang sepadan untuk anaknya. Sang pria berusaha menyakinkan orang tuanya, bahwa ia sudah menetapkan keputusannya, apapun resikonya bagi dia.
Sang wanita merasa tak berdaya, tetapi sang pria menyakinkan wanita tsb bahwa tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Sang pria terus berargumen dengan orang tuanya, bahkan membantah perkataan orangtuanya, sesuatu yang belum pernah dilakukannya selama hidupnya (di zaman dulu, umumnya seorang anak sangat tunduk pada orang tuanya).
Sebulan telah berlalu, sang pria gagal untuk membujuk orang tuanya agar menerima calon istrinya. Sang orang tua juga stress karena gagal membujuk anak satu-satunya, agar berpisah dengan wanita tsb, yang menurut mereka akan sangat merugikan masa depannya.
Sang pria akhirnya menetapkan pilihan untuk kawin lari. Ia memutuskan untuk meninggalkan semuanya demi sang kekasih. Waktu keberangkatan pun ditetapkan, tetapi rupanya rencana ini diketahui oleh orang tua sang pria. Maka ketika saatnya tiba, sang ortu mengunci anaknya di dalam kamar dan dijaga ketat oleh para bawahan di rumahnya yang besar.
Sebagai gantinya, kedua orang tua datang ke tempat yang telah ditentukan sepasang kekasih tsb untuk melarikan diri. Sang wanita sangat terkejut dengan kedatangan ayah dan ibu sang pria. Mereka kemudian memohon pengertian dari sang wanita, agar meninggalkan anak mereka satu-satunya. Menurut mereka, dengan perbedaan status sosial yang sangat besar, perkawinan mereka hanya akan menjadi gunjingan seluruh penduduk kota, reputasi anaknya akan tercemar, orang2 tidak akan menghormatinya lagi. Akibatnya, bisnis yang akan diwariskan kepada anak mereka akan bangkrut secara perlahan2.
Mereka bahkan memberikan uang dalam jumlah banyak, dengan permohonan agar wanita tsb meninggalkan kota ini, tidak bertemu dengan anaknya lagi, dan menggugurkan kandungannya. Uang tsb dapat digunakan untuk membiayai hidupnya di tempat lain.
Sang wanita menangis tersedu-sedu. Dalam hati kecilnya, ia sadar bahwa perbedaan status sosial yang sangat jauh, akan menimbulkan banyak kesulitan bagi kekasihnya. Akhirnya, ia setuju untuk meninggalkan kota ini, tetapi menolak untuk menerima uang tsb. Ia mencintai sang pria, bukan uangnya. Walaupun ia sepenuhnya sadar, jalan hidupnya ke depan akan sangat sulit?.
Ibu sang pria kembali memohon kepada wanita tsb untuk meninggalkan sepucuk surat kepada mereka, yang menyatakan bahwa ia memilih berpisah dengan sang pria. Ibu sang pria kuatir anaknya akan terus mencari kekasihnya, dan tidak mau meneruskan usaha orang tuanya. “Walaupun ia kelak bukan suamimu, bukankah Anda ingin melihatnya sebagai seseorang yang berhasil? Ini adalah untuk kebaikan kalian berdua”, kata sang ibu.
Dengan berat hati, sang wanita menulis surat . Ia menjelaskan bahwa ia sudah memutuskan untuk pergi meninggalkan sang pria. Ia sadar bahwa keberadaannya hanya akan merugikan sang pria. Ia minta maaf karena telah melanggar janji setia mereka berdua, bahwa mereka akan selalu bersama dalam menghadapi penolakan2 akibat perbedaan status sosial mereka. Ia tidak kuat lagi menahan penderitaan ini, dan memutuskan untuk berpisah. Tetesan air mata sang wanita tampak membasahi surat tersebut.
Sang wanita yang malang tsb tampak tidak punya pilihan lain. Ia terjebak antara moral dan cintanya. Sang wanita segera meninggalkan kota itu, sendirian. Ia menuju sebuah desa yang lebih terpencil. Disana, ia bertekad untuk melahirkan dan membesarkan anaknya.
………………………………………….
Tiga tahun telah berlalu. Ternyata wanita tersebut telah menjadi seorang ibu. Anaknya seorang laki2. Sang ibu bekerja keras siang dan malam, untuk membiayai kehidupan mereka. Di pagi dan siang hari, ia bekerja di sebuah industri rumah tangga, malamnya, ia menyuci pakaian2 tetangga dan menyulam sesuai dengan pesanan pelanggan. Kebanyakan ia melakukan semua pekerjaan ini sambil menggendong anak di punggungnya. Walaupun ia cukup berpendidikan, ia menyadari bahwa pekerjaan lain tidak memungkinkan, karena ia harus berada di sisi anaknya setiap saat. Tetapi sang ibu tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya?
Di usia tiga tahun, suatu saat, sang anak tiba2 sakit keras. Demamnya sangat tinggi. Ia segera dibawa ke rumah sakit setempat. Anak tsb harus menginap di rumah sakit selama beberapa hari. Biaya pengobatan telah menguras habis seluruh tabungan dari hasil kerja kerasnya selama ini, dan itupun belum cukup. Ibu tsb akhirnya juga meminjam ke sana-sini, kepada siapapun yang bermurah hati untuk memberikan pinjaman.
Saat diperbolehkan pulang, sang dokter menyarankan untuk membuat sup ramuan, untuk mempercepat kesembuhan putranya. Ramuan tsb terdiri dari obat2 herbal dan daging sapi untuk dikukus bersama. Tetapi sang ibu hanya mampu membeli obat2 herbal tsb, ia tidak punya uang sepeserpun lagi untuk membeli daging. Untuk meminjam lagi, rasanya tak mungkin, karena ia telah berutang kepada semua orang yang ia kenal, dan belum terbayar.
Ketika di rumah, sang ibu menangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa, untuk mendapatkan daging. Toko daging di desa tsb telah menolak permintaannya, untuk bayar di akhir bulan saat gajian.
Diantara tangisannya, ia tiba2 mendapatkan ide. Ia mencari alkohol yang ada di rumahnya, sebilah pisau dapur, dan sepotong kain. Setelah pisau dapur dibersihkan dengan alkohol, sang ibu nekad mengambil sekerat daging dari pahanya. Agar tidak membangunkan anaknya yang sedang tidur, ia mengikat mulutnya dengan sepotong kain. Darah berhamburan. Sang ibu tengah berjuang mengambil dagingnya sendiri, sambil berusaha tidak mengeluarkan suara kesakitan yang teramat sangat?..
Hujan lebatpun turun. Lebatnya hujan menyebabkan rintihan kesakitan sang ibu tidak terdengar oleh para tetangga, terutama oleh anaknya sendiri. Tampaknya langit juga tersentuh dengan pengorbanan yang sedang dilakukan oleh sang ibu???.
………………………………………..
Enam tahun telah berlalu, anaknya tumbuh menjadi seorang anak yang tampan, cerdas, dan berbudi pekerti. Ia juga sangat sayang ibunya. Di hari minggu, mereka sering pergi ke taman di desa tersebut, bermain bersama, dan bersama2 menyanyikan lagu “Shi Sang Chi You Mama Hau” (terjemahannya “Di Dunia ini, hanya ibu seorang yang baik”).
Sang anak juga sudah sekolah. Sang ibu sekarang bekerja sebagai penjaga toko, karena ia sudah bisa meninggalkan anaknya di siang hari. Hari2 mereka lewatkan dengan kebersamaan, penuh kebahagiaan. Sang anak terkadang memaksa ibunya, agar ia bisa membantu ibunya menyuci di malam hari. Ia tahu ibunya masih menyuci di malam hari, karena perlu tambahan biaya untuk sekolahnya. Ia memang seorang anak yang cerdas.
Ia juga tahu, bulan depan adalah hari ulang tahun ibunya. Ia berniat membelikan sebuah jam tangan, yang sangat didambakan ibunya selama ini. Ibunya pernah mencobanya di sebuah toko, tetapi segera menolak setelah pemilik toko menyebutkan harganya. Jam tangan itu sederhana, tidak terlalu mewah, tetapi bagi mereka, itu terlalu mahal. Masih banyak keperluan lain yang perlu dibiayai.
Sang anak segera pergi ke toko tsb, yang tidak jauh dari rumahnya. Ia meminta kepada kakek pemilik toko agar menyimpan jam tangan tsb, karena ia akan membelinya bulan depan. “Apakah kamu punya uang?” tanya sang pemilik toko. “Tidak sekarang, nanti saya akan punya”, kata sang anak dengan serius.
Ternyata, bulan depan sang anak benar2 muncul untuk membeli jam tangan tsb. Sang kakek juga terkejut, kiranya sang anak hanya main2. Ketika menyerahkan uangnya, sang kakek bertanya “Dari mana kamu mendapatkan uang itu? Bukan mencuri kan ?”. “Saya tidak mencuri, kakek. Hari ini adalah hari ulang tahun ibuku. Saya biasanya naik becak pulang pergi ke sekolah. Selama sebulan ini, saya berjalan kaki saat pulang dari sekolah ke rumah, uang jajan dan uang becaknya saya simpan untuk beli jam ini. Kakiku sakit, tapi ini semua untuk ibuku. O ya, jangan beritahu ibuku tentang hal ini. Ia akan marah” kata sang anak. Sang pemilik toko tampak kagum pada anak tsb.
Seperti biasanya, sang ibu pulang dari kerja di sore hari. Sang anak segera memberikan ucapan selamat pada ibu, dan menyerahkan jam tangan tsb. Sang ibu terkejut bercampur haru, ia bangga dengan anaknya. Jam tangan ini memang adalah impiannya. Tetapi sang ibu tiba2 tersadar, dari mana uang untuk membeli jam tsb. Sang anak tutup mulut, tidak mau menjawab.
“Apakah kamu mencuri, Nak?” Sang anak diam seribu bahasa, ia tidak ingin ibu mengetahui bagaimana ia mengumpulkan uang tersebut. Setelah ditanya berkali2 tanpa jawaban, sang ibu menyimpulkan bahwa anaknya telah mencuri. “Walaupun kita miskin, kita tidak boleh mencuri. Bukankah ibu sudah mengajari kamu tentang hal ini?” kata sang ibu.
Lalu ibu mengambil rotan dan mulai memukul anaknya. Biarpun ibu sayang pada anaknya, ia harus mendidik anaknya sejak kecil. Sang anak menangis, sedangkan air mata sang ibu mengalir keluar. Hatinya begitu perih, karena ia sedang memukul belahan hatinya. Tetapi ia harus melakukannya, demi kebaikan anaknya.
Suara tangisan sang anak terdengar keluar. Para tetangga menuju ke rumah tsb heran, dan kemudian prihatin setelah mengetahui kejadiannya. “Ia sebenarnya anak yang baik”, kata salah satu tetangganya. Kebetulan sekali, sang pemilik toko sedang berkunjung ke rumah salah satu tetangganya yang merupakan familinya.
Ketika ia keluar melihat ke rumah itu, ia segera mengenal anak itu. Ketika mengetahui persoalannya, ia segera menghampiri ibu itu untuk menjelaskan. Tetapi tiba2 sang anak berlari ke arah pemilik toko, memohon agar jangan menceritakan yang sebenarnya pada ibunya.
“Nak, ketahuilah, anak yang baik tidak boleh berbohong, dan tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari ibunya”. Sang anak mengikuti nasehat kakek itu. Maka kakek itu mulai menceritakan bagaimana sang anak tiba2 muncul di tokonya sebulan yang lalu, memintanya untuk menyimpan jam tangan tsb, dan sebulan kemudian akan membelinya. Anak itu muncul siang tadi di tokonya, katanya hari ini adalah hari ulang tahun ibunya. Ia juga menceritakan bagaimana sang anak berjalan kaki dari sekolahnya pulang ke rumah dan tidak jajan di sekolah selama sebulan ini, untuk mengumpulkan uang membeli jam tangan kesukaan ibunya.
Tampak sang kakek meneteskan air mata saat selesai menjelaskan hal tsb, begitu pula dengan tetangganya. Sang ibu segera memeluk anak kesayangannya, keduanya menangis dengan tersedu-sedu?.”Maafkan saya, Nak.” “Tidak Bu, saya yang bersalah”???..
…………………………………………
Sementara itu, ternyata ayah dari sang anak sudah menikah, tetapi istrinya mandul. Mereka tidak punya anak. Sang ortu sangat sedih akan hal ini, karena tidak akan ada yang mewarisi usaha mereka kelak.
Ketika sang ibu dan anaknya berjalan2 ke kota , dalam sebuah kesempatan, mereka bertemu dengan sang ayah dan istrinya. Sang ayah baru menyadari bahwa sebenarnya ia sudah punya anak dari darah dagingnya sendiri. Ia mengajak mereka berkunjung ke rumahnya, bersedia menanggung semua biaya hidup mereka, tetapi sang ibu menolak. Kami bisa hidup dengan baik tanpa bantuanmu.
Berita ini segera diketahui oleh orang tua sang pria. Mereka begitu ingin melihat cucunya, tetapi sang ibu tidak mau mengizinkan.
……………………………………………………….
Di pertengahan tahun, penyakit sang anak kembali kambuh. Dokter mengatakan bahwa penyakit sang anak butuh operasi dan perawatan yang konsisten. Kalau kambuh lagi, akan membahayakan jiwanya.
Keuangan sang ibu sudah agak membaik, dibandingkan sebelumnya. Tetapi biaya medis tidaklah murah, ia tidak sanggup membiayainya.
Sang ibu kembali berpikir keras. Tetapi ia tidak menemukan solusi yang tepat. Satu2nya jalan keluar adalah menyerahkan anaknya kepada sang ayah, karena sang ayahlah yang mampu membiayai perawatannya.
Maka di hari Minggu ini, sang ibu kembali mengajak anaknya berkeliling kota , bermain2 di taman kesukaan mereka. Mereka gembira sekali, menyanyikan lagu “Shi Sang Chi You Mama Hau”, lagu kesayangan mereka. Untuk sejenak, sang ibu melupakan semua penderitaannya, ia hanyut dalam kegembiraan bersama sang anak.
Sepulang ke rumah, ibu menjelaskan keadaannya pada sang anak. Sang anak menolak untuk tinggal bersama ayahnya, karena ia hanya ingin dengan ibu. “Tetapi ibu tidak mampu membiayai perawatan kamu, Nak” kata ibu. “Tidak apa2 Bu, saya tidak perlu dirawat. Saya sudah sehat, bila bisa bersama2 dengan ibu. Bila sudah besar nanti, saya akan cari banyak uanguntuk biaya perawatan saya dan untuk ibu. Nanti, ibu tidak perlu bekerja lagi, Bu”, kata sang anak. Tetapi ibu memaksa akan berkunjung ke rumah sang ayah keesokan harinya. Penyakitnya memang bisa kambuh setiap saat.
Disana ia diperkenalkan dengan kakek dan neneknya. Keduanya sangat senang melihat anak imut tersebut. Ketika ibunya hendak pulang, sang anak meronta2 ingin ikut pulang dengan ibunya. Walaupun diberikan mainan kesukaan sang anak, yang tidak pernah ia peroleh saat bersama ibunya, sang anak menolak. “Saya ingin Ibu, saya tidak mau mainan itu”, teriak sang anak dengan nada yang polos. Dengan hati sedih dan menangis, sang ibu berkata “Nak, kamu harus dengar nasehat ibu. Tinggallah di sini. Ayah, kakek dan nenek akan bermain bersamamu.” “Tidak, aku tidak mau mereka. Saya hanya mau ibu, saya sayang ibu, bukankah ibu juga sayang saya? Ibu sekarang tidak mau saya lagi”, sang anak mulai menangis.
Bujukan demi bujukan ibunya untuk tinggal di rumah besar tsb tidak didengarkan anak kecil tsb. Sang anak menangis tersedu2 “Kalau ibu sayang padaku, bawalah saya pergi, Bu”. Sampai pada akhirnya, ibunya memaksa dengan mengatakan “Benar, ibu tidak sayang kamu lagi. Tinggallah disini”, ibunya segera lari keluar meninggalkan rumah tsb. Tampak anaknya meronta2 dengan ledakan tangis yang memilukan.
Di rumah, sang ibu kembali meratapi nasibnya. Tangisannya begitu menyayat hati, ia telah berpisah dengan anaknya. Ia tidak diperbolehkan menjenguk anaknya, tetapi mereka berjanji akan merawat anaknya dengan baik. Diantara isak tangisnya, ia tidak menemukan arti hidup ini lagi. Ia telah kehilangan satu2nya alasan untuk hidup, anaknya tercinta.
Kemudian ibu yang malang itu mengambil pisau dapur untuk memotong urat nadinya. Tetapi saat akan dilakukan, ia sadar bahwa anaknya mungkin tidak akan diperlakukan dengan baik. Tidak, ia harus hidup untuk mengetahui bahwa anaknya diperlakukan dengan baik. Segera, niat bunuh diri itu dibatalkan, demi anaknya juga??..
………………………………………………………….
Setahun berlalu. Sang ibu telah pindah ke tempat lain, mendapatkan kerja yang lebih baik lagi. Sang anak telah sehat, walaupun tetap menjalani perawatan medis secara rutin setiap bulan.
Seperti biasa, sang anak ingat akan hari ulang tahun ibunya. Uang pun dapat ia peroleh dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah mengumpulkannya. Maka, pada hari tsb, sepulang dari sekolah, ia tidak pulang ke rumah, ia segera naik bus menuju ke desa tempat tinggal ibunya, yang memakan waktu beberapa jam. Sang anak telah mempersiapkan setangkai bunga, sepucuk surat yang menyatakan ia setiap hari merindukan ibu, sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun, dan nilai ujian yang sangat bagus. Ia akan memberikan semuanya untuk ibu.
Sang anak berlari riang gembira melewati gang-gang kecil menuju rumahnya. Tetapi ketika sampai di rumah, ia mendapati rumah ini telah kosong. Tetangga mengatakan ibunya telah pindah, dan tidak ada yang tahu kemana ibunya pergi. Sang anak tidak tahu harus berbuat apa, ia duduk di depan rumah tsb, menangis “Ibu benar2 tidak menginginkan saya lagi.”
Sementara itu, keluarga sang ayah begitu cemas, ketika sang anak sudah terlambat pulang ke rumah selama lebih dari 3 jam. Guru sekolah mengatakan semuanya sudah pulang. Semua tempat sudah dicari, tetapi tidak ada kabar. Mereka panik. Sang ayah menelpon ibunya, yang juga sangat terkejut. Polisi pun dihubungi untuk melaporkan anak hilang.
Ketika sang ibu sedang berpikir keras, tiba2 ia teringat sesuatu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Ia terlalu sibuk sampai melupakannya. Anaknya mungkin pulang ke rumah. Maka sang ayah dan sang ibu segera naik mobil menuju rumah tsb. Sayangnya, mereka hanya menemukan kartu ulang tahun, setangkai bunga, nilai ujian yang bagus, dan sepucuk surat anaknya. Sang ibu tidak mampu menahan tangisannya, saat membaca tulisan2 imut anaknya dalam surat itu.
Hari mulai gelap. Mereka sibuk mencari di sekitar desa tsb, tanpa mendapatkan petunjuk apapun. Sang ibu semakin resah. Kemudian sang ibu berdoa, berlutut di hadapan patung Bunda Maria, sambil menangis ia memohon agar bisa menemukan anaknya.
Seperti mendapat petunjuk, sang ibu tiba2 ingat bahwa ia dan anaknya pernah pergi ke sebuah gereja di desa tsb. Ibunya pernah berkata, bahwa bila kamu memerlukan pertolongan, mohonlah kepada Bunda Maria. Bunda Maria pasti akan menolongmu, jika niat kamu baik. Ibunya memprediksikan bahwa anaknya mungkin pergi ke gereja tsb untuk memohon agar bisa bertemu dengan dirinya.
Benar saja, ternyata sang anak berada di sana. Tetapi ia pingsan, demamnya tinggi sekali. Sang ayah segera menggendong anaknya untuk dilarikan ke rumah sakit. Saat menuruni tangga gereja, sang ibu terjatuh dari tangga, dan berguling2 jatuh ke bawah????..
………………………………………………………..
Sepuluh tahun sudah berlalu. Kini sang anak sudah memasuki bangku kuliah. Ia sering beradu mulut dengan ayah, mengenai persoalan ibunya. Sejak jatuh dari tangga, ibunya tidak pernah ditemukan. Sang anak telah banyak menghabiskan uang untuk mencari ibunya kemana2, tetapi hasilnya nihil.
Siang itu, seperti biasa sehabis kuliah, sang anak berjalan bersama dengan teman wanitanya. Mereka tampak serasi. Saat melaju dengan mobil, di persimpangan sebuah jalan, ia melihat seorang wanita tua yang sedang mengemis. Ibu tsb terlihat kumuh, dan tampak memakai tongkat. Ia tidak pernah melihat wanita itu sebelumnya. Wajahnya kumal, dan ia tampak berkomat-kamit.
Di dorong rasa ingin tahu, ia menghentikan mobilnya, dan turun bersama pacar untuk menghampiri pengemis tua itu. Ternyata sang pengemis tua sambil mengacungkan kaleng kosong untuk minta sedekah, ia berucap dengan lemah “Dimanakah anakku? Apakah kalian melihat anakku?”
Sang anak merasa mengenal wanita tua itu. Tanpa disadari, ia segera menyanyikan lagu “Shi Sang Ci You Mama Hau” dengan suara perlahan, tak disangka sang pengemis tua ikut menyanyikannya dengan suara lemah. Mereka berdua menyanyi bersama. Ia segera mengenal suara ibunya yang selalu menyanyikan lagu tsb saat ia kecil, sang anak segera memeluk pengemis tua itu dan berteriak dengan haru “Ibu? Ini saya ibu”.
Sang pengemis tua itu terkejut, ia meraba2 muka sang anak, lalu bertanya, “Apakah kamu ??..(nama anak itu)?” “Benar bu, saya adalah anak ibu?”. Keduanya pun berpelukan dengan erat, air mata keduanya berbaur membasahi bumi???.
Karena jatuh dari tangga, sang ibu yang terbentur kepalanya menjadi hilang ingatan, tetapi ia setiap hari selama sepuluh tahun terus mencari anaknya, tanpa peduli dengan keadaaan dirinya. Sebagian orang menganggapnya sebagai orang gila?.
………………………………………………………
Dalam kondisi kritis, Ibu kita akan melakukan apa saja demi kita. Ibu bahkan rela mengorbankan nyawanya?..
Simaklah penggalan doa keputusasaan berikut ini, di saat Ibu masih muda, ataupun disaat Ibu sudah tua :
1. Anakku masih kecil, masa depannya masih panjang. Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.2. Aku sudah tua, Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.
Diantara orang2 disekeliling Anda, yang Anda kenal, Saudara/I kandung Anda, diantara lebih dari 6 Milyar manusia, siapakah yang rela mengorbankan nyawanya untuk Anda, kapan pun, dimana pun, dengan cara apapun ?
Tidak diragukan lagi“Ibu kita adalah Orang Yang Paling Mulia di dunia ini”
Janji
Istriku berkata kepada aku yang sedang baca Koran, ”berapa lama lagi kamu baca koran itu? tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan.” Aku taruh Koran dan melihat anak perempuanku satu2nya, namanya Sindu tampak ketakutan, air matanyabanjir. Di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (nasi khas India /curd rice). Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada “cooling effect”.
Aku mengambil mangkok dan berkata, “Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak ,nanti ibumu akan teriak2 sama ayah.” Aku bisa merasakan istriku cemberut dibelakang punggungku. Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya dan berkata, “boleh ayah. Akan saya makan curd rice ini tidakhanya beberapa sendok, tapi semuanya akan saya habiskan, tapi saya akan minta…” agak ragu2 sejenak… “…akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan saya?”
Aku menjawab,“Oh pasti sayang”.
Sindu tanya sekali lagi,“betul nih ayah?”
“Yah pasti..” sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut sebagai tanda setuju.
Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk tangan Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, “janji” kata istriku. Aku sedikit khawatir dan berkata: “Sindu jangan minta komputer atau barang2 lain yang mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang.” Sindu menjawab, “jangan khawatir ,Sindu tidak minta barang2 mahal kok.”
Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hatiku aku marah sama istri dan ibuku yangmemaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak disukainya. Setelah Sindu melewati penderitaannya,dia mendekatiku dengan mata penuh harap. Dan semua perhatian (aku, istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin/dibotakinpada hari Minggu. Istriku spontan berkata, “permintaan gila, anak perempuan dibotakin, tidakmungkin!” Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dalam keluarga kita, dia terlalu banyak nonton TV. Dan program2 TV itu sudah merusak kebudayaan kita. Aku coba membujuk: “Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak.”
Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, “tidak ada ‘yah, tak ada keinginan lain,” kata Sindu. Aku coba memohon kepada Sindu, “tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaankami.” Sindu dengan menangis berkata, “ayah sudah melihat bagaimana menderitanya saya menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan saya kenapa ayah sekarang mau menarik/menjilat ludah sendiri? Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala )untuk memenuhi janjinya rela memberikan tahta, harta/kekuasaannya, bahkan nyawa anaknyasendiri.”
Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku, “janji kita harus ditepati.” Secara serentak istri dan ibuku berkata, “apakah aku sudah gila?” “Tidak,” jawabku, “kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri.”
“Sindu permintaanmu akan kami penuhi.”
Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus. Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya. Tiba2 seorang anak laki2 keluar dari mobil sambil berteriak, “Sindu tolong tunggu saya.” Yang mengejutkanku ternyata kepala anak laki2 itu botak. Aku berpikir mungkin “botak” model jaman sekarang.
Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan berkata, “anak anda ,Sindu, benar2 hebat. Anak laki2 yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish adalah anaksaya, dia menderita kanker leukemia.” Wanita itu berhenti sejenak, nangis tersedu-sedu, “bulan lalu Harish tidak masuk sekolah, karena pengobatan chemo therapy kepalanya menjadi botak jadi dia tidak mau pergi kesekolah takut diejek/dihina oleh teman2 sekelasnya. Nah, Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul2 tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia.”
Aku berdiri terpaku dan aku menangis. Malaikat kecilku tolong ajarkanku tentang kasih.
Thursday, September 16, 2010
1001 Burung Kertas
James dan Mary adalah sepasang kekasih yang serasi walaupun keduanya berasal dari keluarga yang jauh berbeda latar belakangnya. Keluarga Mary berasal dari keluarga kaya raya dan serba berkecukupan, sedangkan keluarga James hanyalah keluarga seorang petani miskin yang menggantungkan kehidupannya pada tanah sewaan.
Dalam kehidupan mereka berdua, James sangat mencintai Mary. James telah melipat 1000 buah burung kertas untuk Mary dan Mary kemudian menggantungkan burung-burung kertas tersebut pada kamarnya. Dalam tiap burung kertas tersebut James telah menuliskan harapannya kepada Mary. Banyak sekali harapan yang telah James ungkapkan kepada Mary. “Semoga kita selalu saling mengasihi satu sama lain”,”Semoga Tuhan melindungi Mary dari bahaya”,”Semoga kita mendapatkan kehidupan yang bahagia”,dsb. Semua harapan itu telah disimbolkan dalam burung kertas yang diberikan kepada Mary.
Suatu hari James melipat burung kertasnya yang ke 1001. Burung itu dilipat dengan kertas transparan sehingga kelihatan sangat berbeda dengan burung-burung kertas yang lain. Ketika memberikan burung kertas ini, James berkata kepada Mary: “ Mary, ini burung kertasku yang ke 1001. Dalam burung kertas ini aku mengharapkan adanya kejujuran dan keterbukaan antara aku dan kamu. Aku akan segera melamarmu dan kita akan segera menikah. Semoga kita dapat mencintai sampai kita menjadi kakek nenek dan sampai Tuhan memanggil kita berdua ! “
Saat mendengar James berkata demikian, menangislah Mary. Ia berkata kepada James : “ James, senang sekali aku mendengar semua itu, tetapi aku sekarang telah memutuskan untuk tidak menikah denganmu karena aku butuh uang dan kekayaan seperti kata orang tuaku!” Saat mendengar itu James pun bak disambar geledek. Ia kemudian mulai marah kepada Mary. Ia mengatai Mary matre, orang tak berperasaan, kejam, dan sebagainya. Akhirnya James meninggalkan Mary menangis seorang diri.
James mulai terbakar semangatnya. Ia pun bertekad dalam dirinya bahwa ia harus sukses dan hidup berhasil. Sikap Mary dijadikannya cambuk untuk maju dan maju. Dalam Sebulan usaha James menunjukkan hasilnya. Ia diangkat menjadi kepala cabang di mana ia bekerja dan dalam setahun ia telah diangkat menjadi manajer sebuah perusahaan yang bonafide dan tak lama kemudian ia mempunyai 50% saham dari perusahaan itu. Sekarang tak seorangpun tak kenal James, ia adalah bintang kesuksesan.
Suatu hari James pun berkeliling kota dengan mobil barunya. Tiba-tiba dilihatnya sepasang suami-istri tua tengah berjalan di dalam derasnya hujan. Suami istri itu kelihatan lusuh dan tidak terawat. James pun penasaran dan mendekati suami istri itu dengan mobilnya dan ia mendapati bahwa suami istri itu adalah orang tua Mary. James mulai berpikir untuk memberi pelajaran kepada kedua orang itu, tetapi hati nuraninya melarangnya sangat kuat. James membatalkan niatnya dan ia membuntuti kemana perginya orang tua Mary.
James sangat terkejut ketika didapati orang tua Mary memasuki sebuah makam yang dipenuhi dengan burung kertas. Ia pun semakin terkejut ketika ia mendapati foto Mary dalam makam itu. James pun bergegas turun dari mobilnya dan berlari ke arah makam Mary untuk menemui orang tua Mary.
Orang tua Mary pun berkata kepada James :”James, sekarang kami jatuh miskin. Harta kami habis untuk biaya pengobatan Mary yang terkena kanker rahim ganas. Mary menitipkan sebuah surat kepada kami untuk diberikan kepadamu jika kami bertemu denganmu.” Orang tua Mary menyerahkan sepucuk surat kumal kepada James.
James membaca surat itu. “James, maafkan aku. Aku terpaksa membohongimu. Aku terkena kanker rahim ganas yang tak mungkin disembuhkan. Aku tak mungkin mengatakan hal ini saat itu, karena jika itu aku lakukan, aku akan membuatmu jatuh dalam kehidupan sentimentil yang penuh keputusasaan yang akan membawa hidupmu pada kehancuran. Aku tahu semua tabiatmu James, karena itu aku lakukan ini. Aku mencintaimu James................................
Mary “
Setelah membaca surat itu, menangislah James. Ia telah berprasangka terhadap Mary begitu kejamnya. Ia pun mulai merasakan betapa hati Mary teriris-iris ketika ia mencemoohnya, mengatainya matre, kejam dan tak berperasaan. Ia merasakan betapa Mary kesepian seorang diri dalam kesakitannya hingga maut menjemputnya, betapa Mary mengharapkan kehadirannya di saat-saat penuh penderitaan itu. Tetapi ia lebih memilih untuk menganggap Mary sebagai orang matre tak berperasan.Mary telah berkorban untuknya agar ia tidak jatuh dalam keputusasaan dan kehancuran.
Cinta bukanlah sebuah pelukan atau ciuman tetapi cinta adalah pengorbanan untuk orang yang sangat berarti bagi kita
Ini adalah sebuah kisah nyata.
Seorang bapak sedang berjalan di gang yang agak gelap itu menuju ke rumahnya, dan pada saat itu dia memperhatikan suatu keributan dari semak-semak tak jauh dari jalan. Hatinya berdebar-debar ketakutan pada saat suara yang aneh itu menjadi makin jelas: nafas berat seorang laki-laki, suara perempuan yang sepertinya berusaha melawan dan bunyi baju yang disobek. Beberapa meter dari tempat ia berdiri, ada seorang perempuan yang sedang diserang!
Apakah dia harus menolong? Dia begitu ketakutan demi keselamatan diri sendiri sehingga ia sempat memikirkan untuk pulang saja melalui jalan yang lain.
Bagaimana jika dia sendiri yang celaka gara-gara mau membantu? Atau barangkali lebih baik cari pos polisi dan melapor? Dia tidak ingat lagi berapa lama waktu yang berlalu sambil dia terpaku di tempatnya, tetapi yang jelas adalah suara dari si perempuan itu makin melemah! Dia tahu bahwa dia harus bertindak secepat mungkin. Bagaimana mungkin dia bisa tega meninggalkan seorang yang sungguh dalam kesulitan? Tidak, akhirnya dia memutuskan, dia tidak bisa meninggalkan perempuan yang dalam keadaan diserang itu, walaupun itu berarti mempertaruhkan nyawanya. Dia bukanlah seorang pemberani ataupun berbadan atletis, tapi saat dia mengambil keputusan untuk menolong, dia lari ke sumber suara tadi dan menarik laki-laki dari perempuan itu. Mereka jatuh bersama ke tanah dan mereka bergulat untuk beberapa saat sampai si penjahat itu lari dan menghilangkan diri.
Terengah-engah, dia berdiri dan mendekati perempuan itu yang meringkuk di belakang pohon dan menangis. Dalam kegelapan dia hanya bisa melihat bayangannya, tapi jelas bahwa perempuan itu sangat ketakutan. Karena tidak ingin membuatnya lebih takut lagi, dia berbicara dari jarak agak jauh. “Sudah ’nak,” dia berkata dengan suara menenangkan, “orangnya telah lari. Kamu sudah aman sekarang.” Ada saat diam yang cukup lama, kemudian dia mendengar suara itu yang membuatnya merinding. “Ayah, itukah kamu?” Dari belakang pohon muncullah anak perempuannya sendiri.
The Duck
Ada seorang bocah laki-laki sedang berkunjung ke kakek dan neneknya dipertanian mereka. Dia mendapat sebuah katapel untuk bermain-main di hutan. Dia berlatih dan berlatih tetapi tidak pernah berhasil mengenai sasaran. Dengan kesal dia kembali pulang untuk makan malam.
Pada waktu pulang, dilihatnya bebek peliharaan neneknya. Masih dalam keadaan kesal, dibidiknya bebek itu dikepala, matilah si bebek. Dia terperanjat dan sedih.
Dengan panik, disembunyikannya bangkai bebek didalam timbunan kayu, dilihatnya ada kakak perempuannya mengawasi. Sally melihat semuanya, tetapi tidak berkata apapun.
Setelah makan, nenek berkata, "Sally, cuci piring."
Tetapi Sally berkata, "Nenek, Johnny berkata bahwa dia ingin membantu didapur, bukankah demikian Johnny?"
Dan Sally berbisik, "Ingat bebek?"
Jadi Johnny mencuci piring.
Kemudian kakek menawarkan bila anak-anak mau pergi memancing, dan nenek berkata, "Maafkan, tetapi aku perlu Sally untuk membantu menyiapkan makanan."
Tetapi Sally tersenyum dan berkata, "Tidak apa-apa, karena Johnny memberitahu kalau ingin membantu."
Kembali dia berbisik, "Ingat bebek?"
Jadi Sally pergi memancing dan Johnny tinggal dirumah.
Setelah beberapa hari Johnny mengerjakan tugas-tugasnya dan juga tugas-tugas Sally, akhirnya dia tidak dapat bertahan lagi. Ditemuinya nenek dan mengaku telah membunuh bebek neneknya dan meminta ampun.
Nenek berlutut dan merangkulnya, katanya, "Sayangku, aku tahu. Tidakkah kau lihat, aku berdiri dijendela dan melihat semuanya. Karena aku mencintaimu, aku memaafkan. Hanya aku heran berapa lama engkau akan membiarkan Sally memanfaatkanmu."
Aku tidak tahu masa lalumu. Aku tidak tahu dosa apakah yang dilemparkan musuh kemukamu. Tetapi apapun itu, aku ingin memberitahu sesuatu. Yesus Kristus juga selalu berdiri dijendela. Dan Dia melihat segalanya.
Dan karena Dia mencintaimu, Dia akan mengampunimu bila engkau memintanya. Hanya Dia heran melihat berapa lama engkau membiarkan musuh memperbudakmu.
Hal yang luar biasa adalah Dia tidak hanya mengampuni, tetapi Dia juga melupakan."
Subscribe to:
Posts (Atom)