Wednesday, May 30, 2012

HIKMAH

Ilmuwan yang pintar-pintar, telah melakukan sebuah perhitungan nan rumit, persamaan diferensial non linear (saya tidak paham maksudnya apa), yang panjang dan berjalin-jalin, yang mengerucut pada suatu simpulan mengagumkan, bahwa misalnya sebuah perhitungan dimulai dengan angka “dua”. Dilewatkanlah angka itu pada berentet-rentet mekanisme perhitungan yang akhir da...ri persamaan yang sedemikian panjangnya itu menghasilkan suatu nilai.

Lalu kita mulai lagi perhitungan itu dari awal dengan nilai yang kecil sekali perbedaannya, misalnya “2.0000001″ dan dimasukkan nilai itu dalam ratusan rentet perhitungan, maka hasil akhirnya sama sekali berbeda dengan hitungan sebelumnya. Betapapun akal sehat kita menyatakan apalah artinya nilai nol koma nol nol nol nol nol satu? Tapi ternyata berpengaruh. Dalam perhitungan panjang dan implikasi yang berjejaring tak karuan, sangat berpengaruh.

Sampai disini, saya tertegun. Tapi yang lebih membuat kaget lagi adalah penyederhanaan hitungan ini dalam sebuah kalimat yang lebih mudah dicerna oleh kita, begini kata para ahli tadi; kesimpulan dari perhitungan itu, bila dibahasakan dalam sebuah kalimat yang lebih renyah adalah: ‘kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil misalnya, merupakan sebuah variabel penting tak bisa diabaikan yang turut pula menentukan apakah berapa bulan kemudian di Texas akan terjadi tornado atau tidak?’

Mengagumkan memang. Sebegitukah? tanya saya pada diri sendiri.

Saya lalu berandai-andai. Dalam kasus saya, tepat berapa bulan setelah kelulusan sekitar lima tahun lalu, saya diterima bekerja pada sebuah perusahaan. Kenapa bisa begitu? karena pembukaan lowongan pekerjaan perusahaan ini Bertepatan beberapa hari setelah kelulusan saya.

Seandainya saja dosen pembimbing saya memundurkan bimbingan satu hari saja, mungkin saya tidak dapat lulus pada waktu itu, maka mungkin saya tidak akan bekerja di sini.

Saya melanjutkan dramatisasi ini, kenapa dosen pembimbing yang sedianya selalu telat tapi hari itu tiba-tiba datang lebih cepat? mungkin tadi pagi setelah berjalan dari rumah, dia sakit perut tak tertahan, lalu memaksa supirnya untuk tiba di kampus lebih cepat dari biasa.

Bagaimana dia bisa sakit perut? Mungkin saja malam hari sebelumnya dia makan tahu goreng isi yang begitu menggoda, buatan istrinya, dilambari pula dengan cabe rawit yang demikian pedas, diambil dari belakang rumahnya.

Darimana cabe rawit itu? mungkin dari biji cabe yang dengan sembarangan dilempar oleh pembantunya ke belakan rumah, lalu Tuhan perkenankan tumbuh dan kemudian dia makan.

Kalau begini ceritanya, sebiji cabe saja memengaruhi hidup seorang mahasiswa.

Memang cerita ini dramatisasi, saya tahu betul itu. Tapi dengan mengarang beginilah maka saya semakin yakin, bahwa sekecil apapun perbuatan kita, semua akan memiliki implikasi yang panjang.

Dalam ranah pengetahuan maka kepak sayap kupu-kupu saja menjadi salah satu variable yang penting tak bisa diabaikan dalam perkiraan kedatangan tornado, maka dalam alam khayal saya, biji cabe pun bisa menjadi penentu kelulusan saya, hidup saya kedepannya, dan lain-lain yang ilmu kita tak mungkin sampai.

Orang boleh saja, mendebat teori efek kupu-kupu itu, tapi saya lebih memilih memaknainya begini. Susah-senang, Sembuh-Luka, Sempit-Lapang, sebenarnya bergilir-gilir saja dalam kehidupan kita. Karena kita berada dalam jejaring aksi reaksi yang demikian kompleks dan memengaruhi satu sama lainnya.

Kalau segala hal kecil saja, kepak sayap serangga, dedaunan jatuh, memiliki guna, dalam jejaring implikasi-implikasi yang luas. Maka apakah saya layak memvonis ‘tidak baik’ untuk sesuatu yang saya alami sekarang? lalu memaksa Tuhan untuk merubah seperti yang saya mau. Padahal apalah baik itu? baik sekarang di mata kita, apa implikasinya bertahun-tahun kedepan? masihkah baik? Padahal pula dunia ini tidak berpusat di saya saja. Ada rekan-rekan yang lain. Ada orang-orang di belahan dunia sana. Ada alam semesta. Dan setiap apapun ada implikasi. Dan tidak sekecil apapun hal dalam jejaring implikasi yang rumit itu, yang Tuhan abaikan. Tidak…Tidak sama sekali.

Tapi itulah sisi lemah kita sebagai manusia. Di situlah kita harus bersangka yang baik. Hikmah….hikmah…. semua sudah tertata, sudah rapih, ada implikasi-implikasi kebaikan yang kita tidak tahu.

Untuk itulah selalu hidup dalam KEBENARAN.

Tuhan memberkati....
 

No comments:

Post a Comment