Friday, December 16, 2011

KEBAIKAN HATI

Suatu hari saya naik angkutan kota dari Darmaga menuju Terminal Baranangsiang, Bogor . Pengemudi angkot itu seorang anak muda. Di dalam angkot duduk 7 penumpang, termasuk saya. Masih ada 5 kursi yang belum terisi.

Di tengah jalan, angkot-angkot saling menyalip untuk berebut penumpang. Tapi ada pemandangan aneh. Di depan angkot yang kami tumpangi, ada seorang ibu dengan 3 orang anak berdiri di tepi jalan. Tiap ada angkot yang berhenti di hadapannya, dari jauh kami bisa melihat si ibu bicara kepada supir angkot, lalu angkot itu melaju kembali. Kejadian ini terulang beberapa kali.

Ketika angkot yang kami tumpangi berhenti, si ibu bertanya “Dik, lewat terminal bis ya?”, supir tentu menjawab “ya”.

Yang aneh ibu tidak segera naik. Ia bilang “tapi saya dan ke 3 anak saya tidak punya ongkos.” Sambil tersenyum, supir itu menjaawab “gak apa Bu, naik saja”, ketika si Ibu tampak ragu2, supir mengulangi perkataannya “ayo bu, naik saja, gak apa”

Saya terpesona dengan kebaikan Supir angkot yang masih muda itu, di saat jam sibuk dan angkot lain saling berlomba untuk mencari penumpang, tapi si Supir muda ini merelakan 4 kursi penumpangnya untuk si ibu dan anak-anaknya.

Ketika sampai di terminal bis, 4 penumpang gratisan ini turun. Si Ibu mengucapkan terima kasih kepada Supir. Di belakang ibu itu, seorang penumpang pria turun lalu membayar dengan uang Rp.20 ribu. Ketika supir hendak memberi kembalian (ongkos angkot hanya Rp 4.000), Pria ini bilang bahwa uang itu untuk ongkos dirinya dan 4 penumpang gratisan tadi. “Terus jadi orang baik ya, Dik ” kata pria tersebut kepada sopir angkot muda itu.

Sore itu saya benar2 dibuat kagum dengan kebaikan-kebaikan kecil yang saya lihat. Seorang Ibu miskin yang jujur, seorang Supir yang baik hati, dan seorang penumpang yang budiman. Mereka saling mendukung untuk kebaikan…

Teman, ternyata masih ada orang yang punya hati mulia dalam dunia yang serba maju sekarang ini. Ada orang yang tidak peduli terhadap dirinya sendiri. Begitu ada sesamanya yang mengalami kesulitan dalam hidup, mereka langsung turun tangan. Mereka membantu dengan ikhlas hati, tanpa perlu diberi penghargaan.

Kebaikan hati itu membantu orang lain menemukan sukacita dalam hidupnya. Kebahagiaan itu juga diperoleh melalui hati yang tergerak oleh belas kasihan. Nah, masihkah kita menemukan orang yang mudah tergerak hatinya untuk kebahagiaan sesamanya?

Kita berharap masih ada begitu banyak orang yang mau peduli terhadap sesamanya. Orang seperti ini akan menemukan dalam hidupnya bahwa hidup ini memiliki makna yang begitu dalam dan indah.

Memang, tidak gampang orang memiliki hati yang mudah tergerak oleh belas kasihan. Lebih gampang menemukan orang yang cuek terhadap situasi di sekitarnya. Lebih gampang menjumpai orang yang acuh tak acuh terhadap sesamanya. Orang tega membiarkan sesamanya mengalami penderitaan dalam hidupnya. Banyak orang lebih mudah mencari aman bagi diri mereka sendiri.

Bagaimana dengan kita? Saya sering mendengar orang berkata ah… saya jadi orang katolik yang baik saja, setiap hari Minggu sudah cukup ke gereja. Betulkah itu cukup?


Kalau kita bertahan sampai akhir Misa, kita sering mendengar pesan yang disampaikan para Imam pada saat misa Ekaristi selesai “Pergilah kita di utus”. Kata misa dari kalimat Ite Missa Est pada rumus akhir pembubaran Misa. Artinya: Pergilah, kalian diutus!. Diutus apa? Diutus untuk menebarkan kebaikan, membawa sukacita dan kasih kepada sesama melalui perbuatan baik kepada siapa saja.

Kita diutus tidak hanya pada keluarga kita sendiri, komunitas kita; namun juga kepada orang-orang yang kita jumpai hari ini, kepada orang-orang yang dipercayakan Tuhan untuk kita layani paling tidak untuk kita lakukan pada seminggu berikutnya.


Seorang bijak berkata, “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang.” Artinya, orang yang baik hati itu mesti menampakkan kebaikannya dalam hidup yang nyata.

AVE MARIA !!!

(Dikutip sebagian dari: FIAT VOLUNTAS TUA dan INSPIRASI HARI INI)

No comments:

Post a Comment